Arya Difa Website Logo
Beranda / Teknologi /

Headless CMS atau WordPress? Ini yang Perlu Kamu Pertimbangkan

4 min read

Headless CMS vs WordPress: Mana yang Sesuai Kebutuhan?
Photo by Justin Morgan on Unsplash

Kalau kita bicara soal headless CMS vs WordPress, biasanya akan muncul dua kubu. Ada yang setia dengan WordPress karena penggunaannya mudah, ada juga yang mulai melirik Headless CMS karena fleksibilitasnya. Keduanya punya keunggulan, kekurangan, dan situasi terbaik untuk digunakan.

Pada tahun 2025, kebutuhan situs web semakin kompleks. Tidak hanya sekadar memiliki tampilan menarik, tetapi juga harus cepat, aman, mudah dikelola, dan konsisten di berbagai platform. Karena itu, memahami perbedaan keduanya menjadi hal yang penting sebelum memutuskan pilihan.

Mengenal WordPress Lebih Dekat

WordPress lahir tahun 2003 sebagai platform blogging, lalu berkembang jadi salah satu content management system paling populer di dunia. Di sini, backend (tempat atur konten) dan frontend (tampilan untuk pengunjung) menyatu dalam satu paket.

Keunggulannya ada di kemudahan penggunaan. Tanpa skill coding pun, kamu bisa bikin website dengan memanfaatkan plugin WordPress dan tema siap pakai. Pilihan pluginnya sangat banyak, mulai dari plugin SEO seperti RankMath, Yoast SEO, hingga plugin toko online seperti WooCommerce.

Kelemahannya, kalau kebanyakan plugin dan tema berat, performa website bisa melambat. Popularitasnya juga membuat WordPress sering jadi target serangan keamanan.

Memahami Cara Kerja Headless CMS

Headless CMS bekerja dengan konsep decoupled architecture. Backend dan frontend dipisahkan. Konten disimpan di backend, lalu dikirim ke berbagai platform lewat API.

Headless CMS vs WordPress: Mana yang Sesuai Kebutuhan?

Dengan model ini, developer bisa membangun frontend menggunakan teknologi modern seperti React, Vue, Next.js, atau SvelteKit. Konten yang sama bisa muncul di website, aplikasi mobile, bahkan perangkat IoT.

Keuntungannya jelas: performa cepat, keamanan lebih terjaga, dan desain bebas sesuai kreativitas. Tantangannya, Headless CMS butuh skill teknis yang lebih tinggi dan biaya implementasi yang biasanya lebih besar.

WordPress vs Headless CMS: Apa yang Perlu Dipertimbangkan

WordPress nyaman untuk kebutuhan standar. Tapi kalau mau desain atau fitur yang benar-benar unik, fleksibilitasnya bisa terasa terbatas tanpa bantuan developer.

Headless CMS memberi kebebasan penuh menampilkan konten di berbagai platform. Performanya bisa sangat optimal dan ramah SEO, apalagi kalau tim developer menguasai integrasi frontend dengan baik. Keamanan juga lebih baik karena backend tidak langsung terekspos.

Namun, semua itu bergantung pada kualitas pengembangan. Tanpa arsitektur yang matang, Headless CMS justru bisa rumit dan mahal karena banyak fitur harus dibangun dari nol.

Kapan Memilih Headless CMS atau WordPress

  • Headless CMS cocok untuk website dengan trafik tinggi, performa maksimal, dan distribusi konten ke banyak platform. Ideal untuk tim yang menguasai frontend modern dan butuh skalabilitas penuh, seperti media besar dengan ribuan artikel.

  • WordPress lebih pas kalau fokusnya kemudahan, budget terbatas, dan skala kecil-menengah. Cocok untuk tim yang nyaman dengan visual editor, seperti blog pribadi, portofolio, atau toko online kecil.

Baca juga: Jamstack: Arsitektur Website Modern dengan JavaScript, API, dan Markup

6 Rekomendasi Platform Headless CMS yang Sering Digunakan

Kalau sudah memilih Headless CMS, pastikan platform yang dipilih kompatibel dengan stack teknologi yang dikuasai tim, misalnya framework frontend, bahasa pemrograman, dan metode integrasi API yang biasa digunakan. Berikut beberapa opsi populernya.

  1. Contentful
    Cocok untuk Next.js, Gatsby, atau Nuxt.js. API mendukung REST dan GraphQL untuk pengambilan data cepat dan fleksibel.

  2. Strapi
    Fleksibel untuk React, Vue.js, Angular, hingga mobile apps berbasis React Native atau Flutter. Mendukung REST dan GraphQL API.

  3. Sanity
    Ideal untuk Next.js, Astro, SvelteKit, dan static site generator lain. Menggunakan query language GROQ untuk kontrol penuh data.

  4. Prismic
    Sering dipasangkan dengan Nuxt.js, Next.js, atau Gatsby. Fitur Slice Machine memudahkan pembuatan komponen frontend reusable.

  5. Storyblok
    Bekerja baik dengan Vue.js, React, Svelte, Angular, plus static site generator seperti Gridsome dan Eleventy.

  6. Contentstack
    Skala enterprise, kompatibel dengan Jamstack framework, mobile apps, dan IoT lewat REST atau GraphQL API.

Alternatif dan Hybrid Approach

Selain dua opsi tersebut, ada CMS lain seperti Drupal, Joomla, dan Shopify. Bahkan, ada opsi headless WordPress, di mana WordPress hanya untuk manajemen konten, sedangkan frontend dibangun terpisah dengan framework modern.

Headless CMS atau WordPress? Ini yang Perlu Kamu Pertimbangkan

Pendekatan hybrid ini cocok kalau ingin tetap memanfaatkan ekosistem plugin WordPress tapi juga butuh fleksibilitas desain dan performa headless.

Baca juga: Mengenal Static Site Generator, Solusi Buat Website Tanpa Backend

Kesimpulan

Tidak ada pemenang mutlak di perdebatan headless CMS dan WordPress. Pilih sesuai kebutuhan, anggaran, dan kemampuan tim. Kalau mau cepat, murah, dan mudah, WordPress aman untuk jalan. Kalau butuh fleksibilitas penuh dan siap investasi lebih, Headless CMS bisa jadi pilihan terbaik.

Yang penting, pilih platform yang mendukung tujuan bisnismu, bukan hanya ikut tren.

Arya Difa Hendrawan

Arya Difa Hendrawan

Menulis seputar dunia teknologi, marketing, dan lainnya.